0

            April 2014 merupakan pengalaman pertama bagi saya untuk mendaki Gunung Papandayan. Gunung dengan tinggi 2665 Mdpl ini terletak di Kabupaten Garut. Ketika Tiba di tempat peristirahatan sebelum mendaki, saya sudah dapat melihat kepulan belerang yang keluar dari celah gunung. Papandayan adalah gunung yang masih aktif dan selalu mengeluarkan belerang. Para pendaki disarankan untuk menggunakan masker agar tidak terlalu banyak menghirup belerang. Selain baunya yang kurang sedap, belerang yang terhirup juga tidak baik untuk pernafasan.


Papandayan dilihat dari tempat parkir

            Pendakian dimulai dengan jalur penuh kerikil, teriknya mata hari membuat hawa dingin khas gunung belum saya rasakan, tanjakanpun belum terasa berat. Tidak seperti gunung pada umumnya yang dipenuhi vegetasi pohon pohon besar di kanan kiri jalan. Jalur awal Papandayan ini hanya diselingi bebatuan tanpa banyak pepohonan. Tetapi ketika saya melihat pemandangan, sungguh luar biasa menakjubkan. Hamparan gunung dengan langit yang cerah membiru serta beberapa awan sangatlah memanjakan mata. Sebuah penyesalan jika saya tidak mengambil beberapa gambar ditempat semenakjubkan ini.


Jalur Awal Pendakian



Saya dan teman teman berfoto di jalur pendakian awal


            Semakin jauh berjalan akhirnya saya melihat banyak kawah belerang di samping jalur pendakian. Pemandangan indah ditambah asap belerang yang mengepul menjadikan tempat ini memiliki keindahan tersendiri.


Asap belerang sepanjang jalur pendakian

            Jalur kerikil sudah terlewati, sekarang jalur telah berubah menjadi tanjakan sempit dengan kanan kiri pepohonan rindang. Saya melihat banyak orang turun, mereka terdiri dari ibu, bapak, dan anak – anaknya. Saya jadi berpikir Papandayan bukanlah gunung yang berbahaya karena banyak anak anak yang mendaki ke gunung ini. Walaupun sejatinya semua gunung itu memiliki bahaya. Asalkan kita menjaga alam dan menjaga diri ketika mendaki, InsyaAllah tidak akan terjadi hal hal yang tidak diinginkan ketika mendaki gunung.



Motor yang ada di jalur pendakian



Jalur pendakian yang mulai menyempit


            Setelah pendakian selama kurang lebih dua jam saya akhirnya sampai di tempat dimana para pendaki mendirikan tenda. Tempat itu bernama Pondok Salada, dengan hamparan rumput luas dengan dikelilingi pepohonan. Pendaki yang mendirikan tenda di Pondok Salada tidak perlu khawatir sulit mendapatkan air, karena ditempat ini terdapat sumber air yang sangat segar.


Pondok Salada di sore hari yang dipenuhi kabut

            Saya dan teman teman memang memutuskan untuk bermalam di Pondok Salada. Sebenarnya ada tempat lain yang bisa digunakan untuk nge-camp yaitu Tegal Alun, tetapi demi menjaga kelestarian edelweiss disana, maka diterapkanlah peraturan bahwa dilarang mendirikan tenda di Tegal Alun.

            Tujuan saya esok hari adalah kawasan Hutan Mati dan Tegal alun. Semakin malam udara dingin makin menggigit, saya dan teman – teman memutuskan untuk tidur demi memulihkan stamina untuk perjalanan esok. Tetapi sebelum tidur, kami menyempatkan  bercerita seram sambil bersanda gurau. Memang suasana malam digunung sangat pas untuk bercengkrama mengakrabkan diri dengan teman sependakian.

            Tepat pukul 8.30 WIB, setelah sarapan dan membenahi peralatan, saya dan teman teman bergegas menuju Hutan Mati. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai kesana. Kawasan ini sungguh memiliki nuansa magis tersendiri. Hutan mati merupakan hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan kering yang telah tidak berdaun akibat dari siraman lahar yang melaui hutan ini bertahun tahun yang lalu.



Hutan Mati


            Pepohonan kering ditambah kabut yang menyelimuti menjadikan suasana mistis terasa sangat kental. Tetepai justru inilah hal unik yang disukai oleh para pendaki.

            Puas berfoto di Hutan Mati, saya bergegas menuju Tegal Alun. Tegal alun merupakan tempat dimana kumpulan bunga edelweiss tumbuh bermekaran. Mirip seperti Surya Kencana di Gunung Gede Pangrango. Kawasan Tegal Alun  menjadi tujuan terjauh pendakian saya ke Papandayan kali ini. Kerena menurut para pendaki lain, Puncak Gunung Papandayan tidak memiliki jalur yang jelas.

Tegal Alun

            Sesampainya di Tegal Alun, langit sedang terlihat kurang cerah karena dipenuhi kabut. Namun tidak mengurangi keindahan tempat ini. Saya dan teman-teman menyempatan diri untuk beristirahat, berfoto, makan, dan menikmati pemandangan. Setelah puas, kami kembali turun dengan membawa kenangan indah selama mendaki gunung Papandayan.

Sungguh indah alam Indonesia, jagalah kelestariannya karena Indonesia ini milik kita. Sampai jumpa di kisah pendakian berikutnya :).



           


Next
This is the most recent post.
Previous
Older Post

Post a Comment

 
Top